Kamis, 14 Januari 2016

Tradisi dan Upacara Adat Suku Sumba

MAKALAH

ILMU SOSIAL DASAR

“TRADISI DAN UPACARA ADAT SUKU SUMBA”
 


                                                Disusun Oleh:
RAHMA INDAH SAFITRI
55415553



KELAS 1IA03
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK INFORMATIKA





KATA PENGANTAR


Puji syukur saya panjatkan atas ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “TRADISI DAN UPACARA ADAT SUKU SUMBA”. Makalah ini diajukan guna untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Sosial Dasar.
Saya mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah Ini memberikan informasi yang lebih luas dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan serta meningkatkan ilmu pengetahuan kepada pembaca khususnya Mahasiswa dan Mahasiswi Universitas Gunadarma.


                                                                                                                                  Depok, Januari 2016





                                                                                                                   Penyusun




DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………………………………………………….....  i

KATA PENGANTAR……………………………………………………….....    ii

DAFTAR ISI…………………………………………………………………..     iii

BAB I. PENDAHULUAN……………………………………………………..   1

1.1 Latar Belakang Masalah………………………………………………...….    1

1.2 Tujuan Masalah………………………………………………………..…..     1

BAB II. SEJARAH/ASAL USUL…………..................................................       2

BAB III. TRADISI SUKU………………………………………………...…..   3

3.1 Kepercayaan dan Tradisi suku Sumba………………………………..…..      3

3.2 Kekerabatan……………………………………………………………...…    3

3.3 Adat dan Seni Budaya…………………………………………………….…   3

3.4 Pakaian adat…………………………………………………………………    4

3.5 Mata Pencaharian………………………………………………………………4

BAB IV PENUTUP…………………………………………………………..…    5

4.1 Kesimpulan………………………………………………………….…..…...     5

4.2 Saran……………………………………………………………………..…..     5

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………….   iv




BAB I

PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang


Suku Sumba berada di Pulau Sumba yang menduduki wilayah Kabupaten Sumba Barat dan Sumba Timur. Berdasarkan cerita yang sudah turun temurun,  Sumba lahir dari empat pendaratan para leluhur. Menurut Wohangara dan Ratoebandjoe dalam Woha (2008:40) menyatakan bahwa pendaratan para leluhur itu diatur strategi, seakan-akan mau melakukan pengepungan terhadap tana Humba .
Di Sumba Barat dan Sumba Timur , mengalami perbedaan keyakinan terhadap adat akibat dari pengaruh moderenisasi. Namun, di Kabupaten Sumba Timur terjadi pergeseran  terutama kaum mudanya. Beberapa dari mereka sudah  mulai terpengaruh dari segi berpakaian dan mereka mulai lupa pada bahasa ibunya sendiri. Pada hal bahasa ibu merupakan salah satu ciri budaya suatu daerah. Ini mejadi keprihatinan pemerintah Sumba terhadap kepercayaan adat mereka. Terlepas dari itu adat budaya suku Sumba masih terjaga sampai hari ini.
Kepercayaan mereka adalah kepercayaan khas daerah Marapu, setengah leluhur, setengah dewa, masih amat hidup ditengah-tengah masyarakat Sumba asli. Mereka menganut paham Dinamisme. Marapu menjadi falsafah dasar bagi berbagai ungkapan budaya Sumba.

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan ini adalah untuk membantu masyarakat umum memperoleh pengetahuan umum dan memahami tentang sejarah atau asal usul Suku Sumba dan tradisi berupa upacara adat yang ada di Sumba dan tata cara kehidupan, serta nilai-nilai yang dapat kita ambil dari tradisi suku Sumba.



BAB II

PEMBAHASAN


2.1Asal Usul Suku Sumba


Suku Sumba berada di Pulau Sumba yang menduduki wilayah Kabupaten Sumba Barat dan Sumba Timur. Berdasarkan cerita yang turun temurun, konon Sumbu lahir dari empat pendaratan para leluhur. Menurut Wohangara dan Ratoebandjoe dalam Woha (2008:40) menyatakan bahwa pendaratan para leluhur tu diatur strategi seakan-akan mau melakukan pengepungan terhadap tanah Humba sebagai berikut:
1.      Rombongan I mendarat di Haharu Malai Kataka Linndi Watu
2.      Rombongan II mendarat di La Panda Wai Mananga Bokulu.
3.      Rombongan III mendarat di Wula Waijilu-Hongga Hillimata.
4.      Rombongan IV mendarat di Mbajiku Padua Kambata Kundurawa.

Di Sumba Barat dan Sumba Timur ini mengalami perbedaan keyakinan terhadap adat akibat dari pengaruh moderenisasi. Suku Sumba cukup dikenal sebagai suku yang masih menjaga kuat adat. Namun, di Kabupaten Sumba Timur terjadi pergeseran  terutama kaum mudanya. Beberapa dari mereka sudah mulai terpengaruh dari segi berpakaian dan tidak hanya itu, yang lebih parahnya lagi adalah mereka mulai lupa pada bahasa ibunya sendiri. Ini mejadi keprihatinan pemerintah Sumba terhadap kepercayaan adat mereka. Terlepas dari itu adat budaya suku Sumba masih terjaga sampai hari ini.
Kepercayaan mereka adalah kepercayaan khas daerah Marapu, setengah leluhur, setengah dewa, masih amat hidup ditengah-tengah masyarakat Sumba ash. Mereka menganut paham Dinamisme. Marapu menjadi falsafah dasar bagi berbagai ungkapan budaya Sumba mulai dari upacara-upacara adat, rumah-rumah ibadat (umaratu) rumah-rumah adat dan tata cara rancang bangunnya, ragam-ragam hias ukiran-ukiran dan tekstil sampai dengan pembuatan perangkat busana seperti kain-kain hinggi dan lau serta perlengkapan perhiasan dan senjata.
Di Sumba stratifikasi sosial masih diterapkan. Strata sosial antara kaum bangsawan (maramba), pemuka agama (kabisu) dan rakyat jelata (ata) masih berlaku, walaupun tidak setajam dimasa lalu dan jelas juga tidak pula tampak lagi secara nyata pada tata rias dan busananya. Sehingga pakaian pada rakyat Sumba itu mejadi penting karena akan menentukan berada di strata sosial mana ia. Hal ini ditunjukkan oleh kain yang berlembar-lembar menumpuk badan mereka.
Busana pada pria misalnya. Busana pria Sumba terdiri atas bagian-bagian penutup kepala, penutup badan dan sejumlah penunjangnya berupa perhiasan dan senjata tajam. Sebagai penutup badan digunakan dua lembar hinggi yaitu hinggi kombu dan hinggi kaworu. Hinggi kombu dipakai pada pinggul dan diperkuat letaknya dengan sebuah ikat pinggang kulit yang lebar. Hinggi kaworu atau kadang-kadang juga hinggi raukadama digunakan sebagai pelengkap. Di kepala dililitkan tiara patang, sejenis penutup kepala dengan lilitan dan ikatan tertentu yang menampilkan jambul. Jambul inilah dapat diletakkan di depan, samping kiri atau samping kanan sesuai dengan maksud perlambang yang ingin dikemukakan. Jambul di depan misalnya melambangkan kebijaksanaan dan kemandirian. Hinggi dan tiara terbuat dari tenunan dalam teknik ikat dan pahikung. Khususnya yang terbuat dengan teknik pahikung disebut tiara pahudu.
Pada wanita pun sama, kain diberi nama sesuai dengan teknik tenunnya dengan warna yang berwarna-warni. Seperti lau kaworu, lau pahudu, lau mutikau dan lau pahudu kiku. Kain-kain tersebut dikenakan sebagai sarung setinggi dada (lau pahudu kiku) dengan bagian bahu tertutup taba huku yang sewarna dengan sarung. Juga perhiasan dan hiasan di kepala mereka. Masyarakat suku Sumba menganut pola kekerabatan yang patrilineal. Pola kekerabatan dimana ayah atau kakek mereka yang akan menjadi identitas orang-orang suku Sumba.




BAB III

TRADISI SUKU



3.1 Kepercayaan dan Tradisi Suku Sumba

Mayoritas suku Sumbawa saat ini memeluk agama Islam, pasca ‘penaklukkan’ Kerajaan Hindu Utan atas Kerajaan Gowa-Sulawesi proses Islamisasi berlangsung dengan gemilang melalui segala sendi kehidupan, baik pendidikan, perkawinan, bahkan segala bentuk tradisi disesuaikan dengan ajaran Islam. Hal ini tercermin dalam lawas:
·         Ling dunia pang tu nanam (di dunia tempat menanam)
·         Pang akhirat pang tu matak (di akhirat tempat menuai)
·         Ka tu boat po ya ada (setelah beramal baru memetik hasilnya
·         Na asi mu samogang (jangan kamu menganggap remeh)
·         Paboat aji ko Nene’ (mengabdi kepada Allah)
·         Gama krik slamat dunia akhirat (demi keselamatan dunia akhirat)
Semenjak munculnya pengaruh kebudayaan Islam, boleh dibilang suku Sumbawa tidak mengenal unsur-unsur kepercayaan agama lain. Hanya Islamlah yang mampu mempertautkan rasa persaudaraan dan mempersatukan berbagai perbedaan etnik pendatang yang telah turun-temurun menjadi suku Sumbawa.
Bukti-bukti arkeologis yang diketemukan di wilayah Sumbawa, berupa sarko fagus, nakaradan menhir mengindikasikan bahwa suku Sumbawa purba telah memiliki kepercayaan dan bentuk-bentuk ritual penyembahan kepada arwah nenek moyang mereka. Konsep-konsep tentang kosmologi dan perlunya menjaga keseimbangan antara dirinya dengan makrokosmos terus diwariskan lintas generasi.

3.2 Kekerabatan

Masyarakat suku Sumba menganut pola kekerabatan yang patrilineal. Pola kekerabatan dimana ayah atau kakek mereka yang akan menjadi identitas orang-orang suku Sumba. Dampak positifnya yaitu; suku Sumba dapat lebih dikenal oleh orang lain, bahkan dibeberapa bagiannya menjadi tempat wisata. Tetapi ada juga faktor negatif yang lahir dari keterbukaan dan moderenitas zaman. Beberapa orang-orang muda suku Sumba sebagian sudah mengenal dan hidup bergaya masyarakat moderen pada umumnya. Mulai dari cara berpakaian, berbahasa, dan tentu ini akan memengaruhi pola berpikir, sehingga ditakutkan jika ini terus terjadi akan merusak pola adat yang sudah mengental di suku Sumba. Ini sebagian dari dampak moderenitas.
Perlu  perhatian khusus  dari pemerintah yang  telah terus mengupayakan pelestarian budaya dan adat suku Sumba. Hal ini juga perlu diperhatikan oleh masyarakat pada umumnya bahwa menjaga dan memahami betul budaya dan adat lingkungan sendiri adalah hal penting agar terus terjalin keselarasan dalam kehidupan.


3.3 Adat & Seni Budaya

Adat adalah suatu peraturan yang tidak boleh di langgar oleh suatu masyarakat yang notabene merupakan undang-undang yang tidak tertulis namun mengikat. Dalam segala bentuk kesenian tradisional Sumba akan kita dapati atau kita rasakan nafas kehidupan adat setempat, baik kehidupan adat yang pernah ada di masa lampau, maupun adat yang masih dihayati masyarakat masa kini.
Adat-adat yang dianut oleh suku Sumba:
a.    Dalam seni kriyakain tenun Sumba (Timur) sangat disukai pola klasik dengan ornamen yang bermotifkan pohon adung. Motif pohon adung menggambarkan adanya adat mengayau kepala manusia pada masa lampau.
b.    Dalam seni tari ada jenis tarian perang yang selalu disertai adegan mengayau, memenggal kepala  musuh seperti apa yang dilakukan pada masa lampau.
c.    Dalam seni sastra juga ada saja-sajak (lirik) untuk lagu-lagu pengayauan.
d.    Dalam seni rupa kita memperoleh gambaran adat kematian, penguburan yang wajib disertai kurban kerbau, seperti yang dipahatkan pada nisan dan batu kubur.

  Gambar 2.1 Tarian adat suku sumba

3.4 Pakaian adat

Di Sumba stratifikasi sosial masih diterapkan. Strata sosial antara kaum bangsawan (maramba), pemuka agama (kabisu) dan rakyat jelata (ata) masih berlaku, walaupun tidak setajam masa laku. Pakaian rakyat Sumba itu mejadi penting karena akan menentukan berada di strata sosial mana ia. Hal ini ditunjukkan oleh kain yang berlembar-lembar menumpuk badan mereka. Busana pria Sumba terdiri atas bagian-bagian penutup kepala, penutup badan dan sejumlah penunjangnya, berupa perhiasan dan senjata tajam.
Pada wanita pun sama, kain diberi nama sesuai dengan teknik tenunnya dengan warna yang berwarna-warni. Seperti lau kaworu, lau pahudu, lau mutikau dan lau pahudu kiku. Kain-kain tersebut dikenakan sebagai sarung setinggi dada (lau pahudu kiku) dengan bagian bahu tertutup taba huku yang sewarna dengan sarung. Juga perhiasan dan hiasan di kepala mereka.

 3.5 Mata Pencaharian

Faktor penting lainnya yang ikut menentukan produk dari bentuk-bentuk kesenian tradisional sekelompok suku ialah mata pencarian pokok. Sekelompok suku yang masih hidup secara nomadis, bermat apencarian berburu, pasti tidak akan mempunyai cukup waktu untuk membuat kain tenun dengan ornamen rumit yang proses pembuatannya menuntut waktu lama dan tempat pembuatan yang tidak berpindah-pindah. Tidak pula punya waktu untuk memahat patung, ukiran, dan relief dengan ornamen yang rumit. Juga tidak merasa berkepentingan untuk mendirikan rumah-rumah besar lagi kokoh yang memerlukan waktu dan banyak tenaga. Mereka yang hidup dari berburu atau menangkap ikan.




BAB IV

PENUTUP



4.1 Kesimpulan

Pulau Sumba didiami oleh suku Sumba dan terbagi atas dua kabupaten, Sumba Barat dan Sumba Timur. Masyarakat Sumba cukup mampu mempertahankan kebudayaan aslinya di tengah-tengah arus pengaruh asing yang telah singgah di kepulauan Nusa Tenggara Timur sejak dahulu kala. Kepercayaan khas daerah Marapu, setengah leluhur, setengah dewa, masih amat hidup di tengah-tengah masyarakat Sumba ash. Marapu menjadi falsafah dasar bagi berbagai ungkapan budaya Sumba mulai dari upacara-upacara adat, rumah-rumah ibadat (umaratu) rumah-rumah adat dan tata cara rancang bangunnya, ragam-ragam hias ukiran-ukiran dan tekstil sampai dengan pembuatan perangkat busana seperti kain-kain hinggi dan lau serta perlengkapan perhiasan dan senjata. Jadi hargailah budaya negeri kita dan jangan menganggap remeh budaya suatu suku sebab “setitik atol” itu adalah yang paling berharga di tengah segala sesuatu yang berharga. Menyimpan kekayaan geografis dan antropologis.

4.2 Saran

Mungkin bagi segelintir orang menganggap Sumba sebagai setitik atol di tengah samudera raya, namun setitik atol itu mengandung arti yang dalam, dan bernilai budaya tinggi ibarat “sebatang emas yang terpendam di tengah ribuan batang perak”, diantar yang berharga ada suatu yang lebih berharga dan berarti. Jadi hargailah budaya negeri kita dan jangan menganggap remeh budaya suatu suku sebab “setitik atol” itu adalah yang paling berharga di tengah segala sesuatu yang berharga. Menyimpan kekayaan geografis dan antropologis.






DAFTAR PUSTAKA


https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Sumba diakses pada tanggal 25 Oktober 2015 jam 19:00
http://oemboe-noble.blogspot.co.id/2011/10/sejarah-orang-sumba.html diakses pada tanggal 30 Oktober 2015 jam 20:00



2 komentar:

  1. Mohon maaf, pada Bab III, tidak ada sama sekali keterkaitan dengan adat istiadat orang sumba. Kami harapkan ada perbaikan pada Bab tersebut.

    BalasHapus
  2. sorry ya,saya mau tanya...tulisannya tentang Sumbawa di Nusa Tenggara Barat atau Sumba yang ada di Nusa Tenggara Timur?

    BalasHapus